Maka hari itu aku pergi kesana, tak berani berharap kau ada
Aku berdiri di muka pintu, mengekspektasi kesunyian
Tapi gelak tawa mengejutkanku, itu tawamu
Aku tersenyum, bersiap membuka pintu dan mengejutkanmu
Tapi gelak tawa lain menghentikanku
Tubuhku berhenti bergerak, jantungku berhenti berdetak
Aku kenal tawa itu, dulu aku pernah mendengarnya
Tapi tidak disini, di rumah ini, bersama kamu
Dulu suaranya biasa saja
Tapi mengapa sekarang tawanya berubah menjadi suara decit memuakkan?
Aku terduduk di depan pintu, bertanya-tanya apakah aku salah alamat
Kutanya pada resepsionis di bagian depan hatiku, katanya benar disini
Tapi kenapa....
Lalu aku sadar
Rumah ini begitu indah, dengan penghuni yang lebih indah
Jadi bodoh kalau aku berpikir hanya aku yang nyaman tinggal di dalamnya
Dan benar, 1 tamu datang, memasuki rumah ini (masih pantaskah kusebut rumah kita?) tanpa kuketahui
Kalian menghidupkan perapiannya...maksudku, astaga, kupikir hanya AKU dan kamu yang bisa menyalakannya
Aku masih terduduk di depan pintu
Mendengarkan gelak tawa yang sahut menyahut
Apa yang harus kulakukan?
Yang sejujurnya, aku ingin melemparkan dia kedalam perapian
Biarlah dia hangus terbakar..toh itu kursiku
Tapi aku ini siapa, coba?
Hal yang terbaik yang bisa kulakukan adalah lari, lari sejauh-jauhnya
Meninggalkan rumah ini, beserta kursi-kursi, beserta perapian, beserta kamu
Ya ya ya, lebih baik daripada menunggu giliranku kembali seperti orang idiot
Tapi aku pinginnya, setelah aku pergi, rumah itu hilang
Karena aku tahu aku tak akan pernah tahan untuk tak kembali pulang
No comments:
Post a Comment